Wednesday, September 20, 2006

SEMINGGU JADI PENGUSAHA

Hari ini (20 September 2006) adalah hari ke tujuh, genap seminggu, sejak pembukaan kios "Addina" : kios jilbab, kerudung, busana anak muslim, dan aksesoris. Kios mungil yang kami buka di Jalan Bunga Rampai X Perumnas Klender Jaktim ini bagaimanapun telah mengubah jalan hidup saya, istri saya, dan keluarga kami. Kami yang selama ini berorientasi "kuliah dan cari kerja", harus mulai memikirkan dan mengelola usaha sendiri, usaha yang dirintis dari awal, nol pengalaman.

Usaha ini jelas masih hijau dan masih bayi. Dengan optimisme serta visi yang kuat insyaAlloh dan mudah-mudahan usaha ini bisa bertahan dan berkembang.

Tujuh hari mengikuti perkembangan usaha kecil ini, kami banyak mendapat pelajaran berharga, pelajaran yang tidak kami diperoleh dari bangku kuliah, dari seminar, maupun dari workshop. Pelajaran yang hanya bisa diperoleh dengan mengalaminya sendiri.

Banyak pelajaran yang masuk akal dan banyak pula pelajaran yang tidak masuk akal, tidak logis, aneh dan bahkan kami sendiri tidak bisa mengungkapkannya dalam kata-kata maupun dalam tulisan. Itulah mungkin yang dinamakan keajaiban, merupakan proses pembentukan keyakinan baru, dan menjadi hikmah kehidupan yang akan selalu menyertai kehidupan kami selanjutnya.

Ada beberapa pelajaran yang ingin kami bagikan pada kesempatan kali ini antara lain:

# Guru terbaik adalah konsumen dan pelanggan #

Sebelum memulai usaha kecil ini kami hanya meraba-raba keinginan konsumen dengan merefleksikan keinginan dan kebutuhan kita sendiri. Kami menyediakan barang-barang seperti yang kami butuhkan dan kami inginkan. Kami juga bertanya-tanya kepada suplier tentang barang-barang yang laris. Dan dengan semangat kami meng-iya-kan dan mengikuti kata suplier.

Namun begitu kios dibuka, pelangganlah yang memberitahu kami tentang keinginan / kebutuhan mereka. Konsumenlah yang mengkritik stok barang yang kami sediakan, yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Akhirnya kami harus bolak-balik mencari suplier barang yang benar-benar dibutuhkan konsumen. Ini menjadi seni tersendiri dalam usaha ini.

Kami juga mulai senang kalau ada calon pelanggan yang cerewet, minta ini - itu, nanya ini - itu. Karena mereka sangat murah membagikan informasi baik ke kita maupun menyebarkan informasi kios kita ke orang lain (iklan gratis). Jadi kami perlakukan pengunjung kami sebagai guru yang harus dihormati dan didengar, juga sebagai raja yang harus dilayani.

# Jadi pengusaha harus terus optimis, apapun yang terjadi dengan usahanya #

Hari pertama membuka kios, omset hanya mencapai Rp. 150.000, padahal dalam hitungan minimal harus mendapat Rp.400.000-an perhari agar kios bisa bertahan dan karyawan tetap mendapat gaji. Hari pertama ini membuat istri saya down dan mulai berpikir pingin ganti usaha yang lain.

Untungnya kami sekeluarga bisa meyakinkan istri saya bahwa "hari pertama buka usaha, dapat segitu mah sudah untung!" Banyak koq yang berhari-hari buka usaha belum dapat pembeli. Dan Alhamdulillah keesokan harinya omset naik dan berhasil membuat istri saya kembali optimis.

Karyawati kami juga ikut mengalami kekhawatiran saat seharian jarang pengunjung yang datang. Tapi akan segera terobati kalau pengunjung mulai berdatangan. Yah, itulah seninya mengelola optimisme dalam berdagang. Kadang naik kadang turun, namun mental ini setidaknya harus diupayakan terus membaik, terus naik dan terus di atas.


Itulah secuil ilmu yang bisa kami peroleh selama seminggu menunggui "bayi" kami. Dan jelas belum ada apa-apanya dibanding pengusaha yang sudah mengalami berbagai musim dan berbagai cuaca, yang sudah naik bukit dan turun lembah. Banyak juga ilmu yang sampai saat ini masih menjadi puzzle, menunggu pemecahannya.

Tujuh hari merupakan waktu yang teramat sangat singkat untuk menilai jalannya suatu usaha, tapi tujuh hari itu pula yang telah membawa kami ke dunia yang baru, yang tadinya amat sangat menakutkan bagi kami. Inilah awal petualangan kami.

Kami terus berharap mudah-mudahan kami bisa terus menangkap hikmah-hikmah dari usaha kami dan semoga usaha ini bisa berkembang, bertumbuh, dan bisa memberi kontribusi bagi bangsa Indonesia.

Salam

Fuad Muftie
Kios "Addina" : Jilbab, kerudung, busana anak muslim, aksesoris
Jalan Bunga Rampai X Perumnas Klender Jaktim

Friday, September 15, 2006

Buka Usaha dan Jadi Pengusaha

Hari Kamis tanggal 14 September 2006 mungkin menjadi hari yang bersejarah bagi saya dan istri. Karena mulai hari itu kami membuka kios baru yaitu kios jilbab dan kerudung dengan mempekerjakan seorang karyawati.

Kios yang kami buka berada di Jalan Bunga Rampai X Perumnas Klender, Jakarta Timur.

Kami mengambil keputusan membuka kios juga berjalan begitu cepat. Berawal pada hari Kamis 31 Agustus 2006, saya dan istri berdiskusi tentang bisnis jilbab dan langsung ambil keputusan ingin masuk dalam bisnis perjilbaban. Besoknya, Jumat 01-09-2006 saya langsung cari kios di dekat Pasar Perumnas Klender dan Alhamdulillah menemukannya di tempat yang menurut kami cukup strategis. (dekat pasar, dekat sekolahan, dekat rumah sakit dan arus pejalan kaki & pengendara motor cukup banyak)

Pada Hari Sabtu - Minggu keliling nyari informasi suplier jilbab. Dan waktu berlalu begitu cepat seperti ada tangan Ilahi yang mendorong setiap tindakan yang kami ambil. Jadi kurang lebih cuma dalam waktu 2 minggu kami mengambil keputusan yang besar dengan membuka kios.

Kami sadar bahwa kami masih hijau dibidang bisnis. Bahkan banyak tindakan yang kami ambil tidak dengan perencanaan yang matang. Pada hari pembukaan baru kami sadari adanya kekeliruan-kekeliruan dalam tindakan kami. Dan tentunya masih banyak yang harus dikoreksi.

Tanpa disadari kami telah menjadi Pengusaha dan mudah-mudahan kami bisa menjalani bisnis ini dengan enjoy dan langgeng. Misi kami, pingin membantu mengurangi pengangguran dan pingin membantu sebanyak mungkin kaum perempuan mendapatkan jilbab dan kerudung yang diidamkan.

Salam

Fuad Muftie

Friday, September 01, 2006

POST POWER SYNDROME

Kisah cerita, kemarin saya mendengar cerita teman. Ada seorang pejabat di salah satu instansi pemerintah yang sudah waktunya pensiun, tapi tetap pingin mempertahankan jabatannya. Ia minta jabatannya diperpanjang dan beruntungnya, Ia diberi perpanjangan meski untuk beberapa bulan atau beberapa tahun kedepan.

Kasihan sekali saya mendengarnya. Ia benar-benar tidak rela jabatannya lepas.

Kalau dilihat dari kekayaan materi, Sudah pasti ia berkecukupan dan diatas rata-rata rakyat negeri ini. Tapi kalau dilihat dari hakikat kekayaan, kasihan ... ia masih miskin. Ia masih berharap pemberian dari negara. Ia belum bisa lepas dari tunjangan dan fasilitas yang rutin diterimanya.

Sebagai manusia, ada tiga aspek kehidupan kita yang mesti terpenuhi, yaitu
- Aspek Fisik
,
- Aspek Rohani/Jiwa/Mental
, dan
- Aspek Akal/Pikiran/Intelijensi
.

Uniknya, untuk benar-benar kaya, ketiga aspek tersebut harus terpenuhi. Dan sebaliknya, agar ketiganya terpenuhi, seseorang harus kaya.

Namun dalam kasus sang pejabat tadi, Fisiknya sudah pasti kaya. Begitu pula akal / intelejensinya pasti juga bagus. Lha wong bisa jadi pejabat jee... Cuman ya itu Rohani / Jiwanya masih miskin.

Hidupnya pincang karena melupakan aspek ruhani. Boleh jadi ia termasuk orang yang rajin beribadah. Cuman khawatirnya tidak benar-benar memenuhi kebutuhan ruhaninya. Yang jelas, ruhani atau mental atau keyakinannya menolak untuk turun jabatan.

Hikmah yang bisa saya ambil, saya tidak pingin mengalami Post Power Syndrome. Menyakitkan sekali!

Saya bertekad, saya harus kaya yang sebenar-benarnya kaya. Kaya dalam ketiga aspek kehidupan. Menjadi kaya secara bermartabat. Menjadi kaya yang seirama dengan kehidupan alam semesta.

Semoga .....

Salam
Fuad Muftie